Minggu, 29/07/2012 16:11 WIB (detik.com)
Balita pun
Bisa Hafal Alquran
Ramdhan Muhaimin - detikRamadan
Jakarta - Belakangan ini dunia perbukuan Islam
di Indonesia disemarakkan oleh kemunculan buku-buku yang mengambil tema hafalan
Alquran. Bahkan ada sebuah buku yang judulnya sangat sensasional, 'Sebulan
Hafal Al-Qur’an'. Seiring dengan itu, semakin banyak pula sekolah Islam yang
memberikan penekanan terhadap tahfizhul Qur’an, khususnya
sekolah-sekolah yang berlabel “terpadu”. Belum lagi pesantren-pesantren yang
juga memberikan konsentrasi yang sama; tahfizhul Qur’an.
Dari sekian banyak buku yang mengusung tema ini, ada satu di
antaranya yang sangat menarik, yaitu buku yang berjudul 'Balita pun Hafal
Al-Qur’an', karya Salafuddin Abu Sayyid, seorang pengajar di STIQ (Sekolah
Tinggi Ilmu Al-Qur’an) Isy Karima, Solo.
Buku yang sarat dengan inspirasi dan motivasi ini
menyuguhkan kepada para pembaca tentang: bagaimana kisah anak belia yang
akhirnya berhasil menjadi pengahafal Alquran (hafizh); bagaimana kisah
keberhasilan para kakek dan nenek menjadi penghafal Alquran;
keutamaan-keutamaan pengahafal Alquran serta berbagai keajaiban yang dialami
oleh mereka.
Di antara sosok “para penjaga wahyu” yang diulas dalam buku
ini adalah Tabarak dan Yazid Tamamuddin, kakak beradik yang tinggal di Jeddah,
yang berhasil menjadi hafizh ketika masing-masing dari keduanya baru berusia
4,5 tahun (h. 1-17). Syaikh Dr Abdullah Bashfar, seorang qari’ ternama dan
Ketua Umum Lembaga Internasional untuk Tahfizhul Qur’anil Karim, yang
mewisuda Tabarak, setelah melalui ujian dan lulus menjadi hafizh paling belia.
Pada tahun berikutnya giliran sang adik kandungnya, Yazid Tamamuddin, yang
diwisuda sebagai hafizh dalam usia yang sama dengan kakaknya. Keduanya pun
digelari sebagai “hafizh paling belia” sedunia versi lembaga tersebut. Gelar
sebelumnya dipegang oleh Muhammad Ayyub dari Tajikistan, yang menjadi hafizh
dan diwisuda saat berusia 5 tahun serta menjadi juara dalam musabaqah (lomba)
hafalan Alquran sedunia.
Bukan hanya sosok Tabarak dan Yazid yang dibicarakan, tapi
masih ada lagi sekian figur lainnya yang ditampilkan. Misalnya Abdullah Fadhil
Asy-Syaqaq, si hafizh belia yang sudah dianugerahi gelar doktoral oleh The
Islamic Civilization Open University Lebanon ketika baru berusia 7 tahun. Juga Abdurrahman
Al-Fiqqi, seorang anak tuna netra yang hafizh Alquran dengan cara mendengar,
hingga kisah Abdurrahman Farih, bocah berusia 3,5 tahun dari Aljazair yang luar
biasa. Lika-liku para bocah brilian itu ditampilkan dengan begitu menarik dalam
buku ini, yang bisa membuat kita tertegun dan terkagum.
Satu hal yang disayangkan dari buku ini adalah tidak adanya
pembahasan secara spesifik -dalam sebuah bab- tentang metode dan
langkah-langkah praktis dalam mencetak hafizh belia; bagaimana kiat jitu dalam
mencetak anak dengan usia sebelia itu yang akhirnya mampu menghafal 30 juz
Alquran. Sekalipun melaui kisah yang dibawakan itu tersirat beberapa hal yang
menjadi “rahasia” sukses dalam mencetak hafizh belia.
Namun tampaknya yang memang menjadi “pesan” mendasar dari
buku ini adalah motivasi dan inspirasi, yang menjadi tujuan dari penulis. Yaitu
agar pembaca senantiasa cinta dan akrab dengan Alquran, lebih-lebih di bulan
Ramadan seperti sekarang ini. Kecintaan itu di antaranya diwujudkan dalam
bentuk tadarus dan bahkan menghafal Alquran. Sebab, penulis juga menampilkan
kisah para kakek dan nenek yang memiliki semangat tinggi untuk menghafal
Alquran, sedangkan mereka baru memulai program menghafal itu ketika mereka
sudah berstatus kakek atau bahkan sudah lansia (lanjut usia), hingga berumur
70-an tahun ke atas. Dan, dengan semangat yang luar biasa, dan karena taufik
dari Allah, mereka akhirnya berhasil menjadi penghafal Alquran. Alhasil, jika
di bagian awal buku ini ditampilkan sosok para hafizh paling belia, maka di
bagian berikutnya dikisahkan tentang para hafizh lansia.
Hal menarik lainnya yang dibawakan oleh penulis adalah
kisah-kisah unik dan ajaib dari para penghafal Alquran. Anda mungkin akan
terkesima, terharu, dan tercerahkan. Ada banyak kisah yang mungkin menurut
banyak orang mustahil kebenarannya, namun kisah yang dipaparkan di buku ini
sungguh nyata. Di antaranya adalah kisah seorang yang terserang tumor otak (h.
107-113).
Tentu saja sangat kecil harapan baginya untuk bisa terus
bertahan hidup. Ia pun memanfaatkan sisa-sisa umurnya yang diperkirakan tidak
bertahan lama untuk menghafal Alquran. Dan, ketika ia berhasil menyelesaikan
hafalan 30 juz Alquran, tumor otaknya hilang. Kisah di atas hanyalah salah satu
kisah dari beberapa kisah ajaib dan unik dari bagian ketiga buku ini. Di antara
kisah-kisah ajaib dan unik lainnya, yang merupakan karamah para huffazh,
adalah: mulut menyebarkan aroma wangi kasturi, menangis karena lupa letak satu
ayat, membaca Alquran saat tertidur, dan mereka yang memiliki kecepatan luar
biasa dalam menghafal Alquran, serta kisah wanita yang selama 40 tahun
berbicara menggunakan ayat Alquran.
Dari aspek lain, penulis juga menunjukkan kenyataan bahwa
anak-anak yang aktif menghafal Alquran dan menonjol dalam hal hafalan Alquran,
adalah juga mereka yang unggul prestasi di sekolahnya (h. 66-70). Mereka yang
disiplin dalam menghafal Alquran adalah mereka yang juga disiplin dalam segala
hal, termasuk dalam hal belajar dan mendalami mata pelajaran sekolah. Wajar
jika ternyata mereka yang meraih prestasi akademik adalah yang berprestasi pula
dalam hal hafalan Alquran.
Buku ini terasa akan lebih nikmat bila dibaca di bulan puasa
seperti sekarang ini, di mana suasana batin kita sangat konsen terhadap segala
yang bernuansa ibadah, terutama tadarus atau mambaca Alquran. Apalagi buku ini
lebih kental dengan nuansa motivasi -meski “terselubung” dan jauh dari kesan
menggurui-. Selamat berpuasa dan bertadarus Alquran. (Sumber: http://ramadan.detik.com/read/2012/07/29/161153/1977691/975/balita-pun-bisa-hafal-alquran).
***
Bersama Para Sang Pencerah
Peresensi:
Muchtar Syafi’I Dan’Z
Mahasantri
Pondok Shabran Fakultas Agama Islam UMS
Al-Qur’an merupakan cahaya dan petunjuk untuk kehidupan
manusia, sebagaimna Allah jelaskan, “Hai manusia, sesungguhnya telah datang
kepadamu bukti kebenaran dari Rabbmu, (Muhammad dengan mu’jizatnya) dan telah
kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al-Qur’an).” (QS.
An-Nisa’: 174)
Lalu bagaimana caranya agar cahaya Al-Qur’an bisa
dimanfaatkan? Dalam sebuah hadits dikatakan bahwa. “Al-Qur’an adalah jamuan
Allah, maka sambutlah hidangan-Nya semampu kalian, sesungguhnya
Al-Qur’an ini adalah cahaya petunjuk, cahaya yang jelas, obat yang bermanfaat,
dan penjaga bagi yang berpegang teguh kepadanya.” (HR. al-Hakim)
Ternyata, dari zaman ke zaman, muncul “anak-anak istimewa”
yang menyambut hidangan-Nya itu. Mereka lahir untuk menggantikan generasi
sebelum mereka. Mereka telah menyambut cahaya Al-Qur’an melalui usaha dan
potensi kekuatan hafalan yang mereka miliki. Al- Qur’an adalah kalamullah yang
mudah dihafalkan. (QS. Al-Qamar : 17)
Kita sering mendengar cerita tentang anak kecil yang telah hafal
Al-Qur’an. Akan tetapi, mungkin hal itu sekadar menjadi informasi yang berlalu
begitu saja. Atau mungkin malah sebagian dari kita tidak percaya dengan
kenyataan itu. Tidak percaya karena kita mungkin belum sempat mendapatkan
informasi tentang anak-anak yang istimewa itu secara detail; mengapa lahir anak
yang luar biasa seperti itu, bagaimana peran kedua orang tua dan juga
lingkungan tempat mereka berada, serta berbagai hal lainnya yang menyebabkannya
menjadi anak yang istimewa. Mungkin juga, sebagian kita belum sampai melihat
sosok-sosok mereka.
Buku, “Balita pun Hafal Al-Qur’an” ini, telah memberikan
kontribusi yang sangat dahsyat bagi calon para pembacanya. Bagaimana tidak,
buku ini berisi potret manusia masa kini yang menjadi penerus generasi Qur’ani.
Mereka adalah anak-anak belia, bahkan di antaranya masih balita (bawah lima
tahun). Namun, mereka sudah hafal Al-Qur’an secara sempurna 30 juz. Bukan hanya
hafal ayat-ayatnya saja, melainkan juga hafal nomor ayat dan tata letaknya.
Selain itu, mereka juga mampu memahami dan mempraktikkan denga baik
kaidah-kaidah tajwid. Bahkan, di antara mereka ada yang telah memahami
kandungan ayat dengan baik dan bisa berdalil dengannya. Subhanallah
Beberapa doktor cilik –atas kehendak Allah- yang
ditampilkan dalam buku ini cukup mewakili golongan yang disebut oleh Nabi dan
idola kita (Muhammad Saw.) sebagai “keluarga Allah dan manusia spesialnya” (ahlullah
wa khashshatuhu). Insya Allah, beberapa profil yang ditampilkan dalam buku
ini akan dapat menginspirasi kita, baik sebagai orang tua yang bercita-cita
mencetak anak seperti mereka, atau ingin menjadi hafizh sekalipun sudah tua,
maupun sebagai anak belia atau pemuda yang dapat mengambil keteladanan dari
mereka.
Dalam buku ini; masih bagian pertama, tidak hanya
menampilkan sebuah potret mu’jizat abad ke 21 - anak spesial yang berumur
balita hingga 11 tahun yang sudah memahami dan menghafal Al-Qur’an -, melainkan
membuktikan bahwa mereka, anak-anak belia yang sudah meraih gelar hafizh,
ternyata di sekolahnya juga meraih predikat anak yang berprestasi. Inilah juga
yang menarik dari buku ini. Ada kekhawatiran di antara sebagian orang tua bahwa
jika anaknya mengikuti halaqah tahfizhul qur’an, pelajaran sekolahnya
akan terganggu. Kekhawatiran seperti itu hanyalah ilusi yang sama sekali tidak
berdasarkan fakta. Kenyataan yang terjadi malah sebaliknya.
Buku karya Ustadz Salafuddin Abu Sayyid ini, telah
menunjukkan realita anak-anak yang aktif di halaqah tahfizh, terutama
yang menonjol tahfizh-nya, justru merekalah yang juga unggul dalam hal
prestasi di sekolahnya. Kenyataan juga membuktikan bahwa anak-anak yang
tahfizh-nya bagus adalah mereka yang juga meraih prestasi mumtaz (excellent)
di bidang akademiknya. Hal ini telah dibuktikan oleh SMPIT Ma’had Ibnu
Abbas Klaten, Jawa tengah dan oleh MATIQ Isy Karima Karanganyar, Solo. Mereka
yang disiplin dalam menghafal Al-Qur’an adalah mereka yang juga disiplin dalam
segala hal, termasuk dalam hal belajar dan mendalami mata pelajaran sekolah.
Wajar jika ternyata mereka yang meraih prestasi akademik adalah yang
berprestasi pula dalam hal hafalan Al-Qur’annya. Cahaya Al-Qur’an tidak hanya
memberikan warna kepada prestasi akademiknya, melainkan menyempurnakan warna-
warni keindahan akhlaknya.
Di bagian kedua, jiwa-jiwa penggugah juga mampu mencerahkan
bumi ini hingga ke syurga nanti. Mereka yang berusia senja tidak mau kalah
dengan yang belia. Bagi mereka, belajar dan menghafal itu tidak pernah mengenal
usia seseorang. Hal yang terpentng adalah niat yang kuat, semangat yang
membaja, dan tekad yang bulat, diiringi dengan senantiasa memohon pertolongan
kepada Allah Swt. Akhirnya, mereka pun berhasil membuktikan apa yang mereka
yakini itu. Mereka berhasil menjadi hafizh-hafizhah Al-Qur’an saat usianya
telah berkepala lima, enam, tujuh, bahkan ada yang sudah berkepala delapan.
Usia yang sudah sangat senja menurut kita untuk sebuah proyek menghafal
Al-Qur’an. Saat mendekati usia “pikun” , mereka masih berlomba dengan sang anak
dan cucu untuk menjadi hafizh al-Qur’an. Akhirnya, Allah pun berkenan mewujudkan
impian mereka.
Lebih menakjubkan lagi, di antara mereka ada yang berprofesi
sebagai sopir, dokter, dan tukang jahit yang buta huruf. Sebuah pekerjaan yang
barangkali menurut hemat kita terlalu jauh hubungannya dengan tahfizhul-qur’an.
Akan tetapi, itulah yang terjadi. Segudang kesibukannya tidak menjadi
penghalang mereka untuk meraih gelar Sang Pencerah, Hafizh Al-Qur’an.
Ambisi yang tinggi, kesabaran, serta pengorbanan adalah makna-makna positif nan
indah yang telah mereka wujudkan dalam kehidupannya guna mencapai cita-cita
luhur yang bersemayam di dalam hatinya.
Para Sang Pencerah lainnya yang mencerahkan hati kita agar
makin cinta kepada Al-Qur’an yang mulia, juga disajikan dalam buku ini. Mereka
yang mengalami keterbatasan fisik atau mereka yang dalam kondisi tidak aman,
seperti yang dialami oleh anak-anak Palestina tidak mau kalah dengan
orang-orang yang normal atau dalam kondisi aman. Mereka berlomba menghafalkan
Al-Qur’an. Luar biasa!. Sebuah potret zaman modern yang patut mendapatkan
perhatian seluruh umat Islam, yang mencintai Al-Qur’an dan meyakininya sebagai
panutan (imam) dan pegangan dalam kehidupan.
Tidak kalah menakjubkan dari buku ini adalah kisah-kisah
unik dan ajaib para penghafal Al-Qur’an. Di bagian terakhir (ketiga) dalam buku
ini, Anda mungkin sebagai calon pembaca buku “Balita pun hafal Al-Qur’an” akan
terkesima, terharu, dan tercerahkan. Karena di bagian ini, ada banyak kisah
ajaib, unik, dan bahkan mungkin menurut banyak orang mustahil kebenarannya.
Namun, kisah yang telah dipaparkan di buku ini sungguh nyata. Salah satu dari
beberapa kisah ajaib dan unik tersebut adalah kisah Syekh Amir Sayyid Utsman.
Syekh Amir adalah salah seorang ulama yang sangat menonjol dalam ilmu tajwid, qira’ah,
rasm, dan ilmu-ilmu lainnya yang terkait dengan Al-Qur’an. Beliau adalah
sosok yang luar biasa serta memiliki karamah yang unik. Ketika itu, beliau
berbaring di rumah sakit. Seperti diketahui, sudah cukup lama beliau tidak
bersuara. Namun, hari itu para perawat di rumah sakit dikejutkan oleh sang
syekh, yang sudah bertahun-tahun kehilangan pita suara. Mereka mendapati beliau
sedang duduk sambil menyenandungkan bacaan Al-Qur’an dengan suara yang nyaring
dan merdu selama tiga hari, padahal sebelumnya tidak lagi mampu bersuara.
Beliau pun mengkhatamkan bacaan hafalan Al-Qur’an mulai Surat al-Fatihah hingga
Surat an-Naas. Setelah itu, ajalpun tiba. Semoga Allah memuliakan beliau dan
kita semua dengan husnul khatimah.
Kisah di atas hanyalah salah satu kisah dari beberapa kisah ajaib dan unik dari
bagian ketiga buku ini. Di antara kisah-kisah ajaib dan unik lainnya adalah:
tumor otak hilang ketika hafal Al-Qur’an, mulut menyebarkan aroma wangi
kasturi, menangis karena lupa letak satu ayat, membaca Al-Qur’an saat tertidur,
dan mereka yang memiliki kecepatan luar biasa dalam menghafal Al-Qur’an, serta
wanita yang selama 40 tahun berbicara menggunakan ayat Al-Qur’an.
Semua itu menunjukkan bahwa Al-Qur’an benar-benar terpelihara, sejak diturunkan
oleh Allah kepada Rasulullah Saw. melalui malaikat jibril, kemudian disampaikan
oleh beliau kepada umat ini hingga hari kiamat. Al-Qur’an senantiasa dihafal
dan dibaca sampai khatam oleh umat Islam secara berulang-ulang hingga tak
terhitung jumlahnya. Imam Nawawi pernah berkata, “Diceritakan kepada kami
tentang imam Abdullah bin Idris al-Kufi bahwa ketika ia hendak meninggal,
putrinya menangis. Lantas ia berkata, ‘janganlah menangis, Putriku! Sebab aku
telah mengkhatamkan Al-Qur’an di rumah ini sebanyak empat ribu kali.”
Menurut saya, buku ini wajib dibaca oleh semua orang yang mengaku Islam,
khususnya warga Solo Berseri. Karena, akan menginspirasi wong Solo untuk terus
semangat menghafal al-Qur’an, melahirkan anak-anak Qur’ani dan menjadikan Kota
Solo ini tidak hanya berseri, melainkan juga bersyar’i. Bahasa yang digunakan
dalam buku ini sangat ramah dan penuh maksud dakwah. Sehingga buku ini sangat
renyah dibaca. Selain itu, buku ini dilengkapi dengan apendiks yang
lebih menggairahkan para pembaca untuk mengambil keutamaan dari belajar
Al-Qur’an, membaca dan menghafalkannya. Hanya saja, buku ini bisa menjadi lebih
menarik jika figur yang ditampilkan tidak hanya dari produk Arab (ekstern).
Melainkan juga menampilkan potret anak-anak/ keluarga sholeh Indonesia (intern)
yang berhasil meraih gelar hafizh.
Sumber: http://www.facebook.com/notes/muchtar-syafii-danz/resensi-balita-pun-hafal-al-quran/10150616783091127
Pemesanan langsung ke Showroom Penerbit Tiga
Serangkai bisa melalui:
Email: showroom@tigaserangkai.co.id , atau:
Telp. (0271) 714344 ext. 120 /
HP 08112642333 (Sdr. Ripto)
Atau pesan ke Sdr. Muryanto. Telp/sms: 085725587061.
Spesifikasi Buku
Judul buku : Balita pun Hafal Al-Qur’an
Pengarang : Salafuddin Abu Sayyid
Penerbit : Tinta Medina (Tiga Serangkai), Solo
Jumlah halaman : xx + 156 h. (13.5 X 20 cm)
ISBN : 978-602-9211-49-8
Harga : Rp. 35.000,-